
Ketua Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat Indonesia atau PLJ Indonesia, Juniati Effendi mengatakan bahasa isyarat SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia yang digunakan pemerintah sebagai rujukan tidak mewakili bahasa isyarat insan Tuli Indonesia. Karena itu, dia dan beberapa orang Tuli pengguna bahasa isyarat mendirikan Pusat Bahasa Isyarat Indonesia atau Pusbisindo.
"Lembaga ini sudah didirkan sejak 2009 untuk mengadvokasi bahasa isyarat yang dipakai komunitas Tuli untuk memprotes penggunaan SIBI oleh pemerintah," ujar Juniati Effendi saat diwawancarai di Sekretariat Pusbisindo, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 Juli 2018. Sejak didirikan, Pusbisindo gencar memperkenalkan bahasa isyarat kepada masyarakat. Lembaga ini membuka kegiatan belajar bahasa isyarat kepada berbagai institusi, semisal universitas sampai kedutaan.
Saat ini Pusbisindo sudah memberikan pembelajaran kepada lebih dari lima lembaga, dan membuka kelas karyawan maupun mahasiswa. Beberapa lembaga yang bekerjasama mengikuti pelatihan Bisindo adalah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Bina Sarana Informatika, Pemda DKI Jakarta dan Kedutaan Australia. "Di Pemda DKI bahkan sudah membuka tiga kelas," ujar Juniati.
Guru dari Pusbisindo yang merupakan insan Tuli menjelaskan gerakan-gerakan bahasa isyarat kepada 15 murid. "Jumlahnya tidak boleh lebih dari 15 orang," ujar staf pengajar di Pusbisindo, Kesumo Yoga. Proses belajar mengajar juga harus dilakukan melalui tatap muka karena tidak menggunakan bahasa verbal.
Setiap pertemuan selalu dilakukan dalam keadaan hening, dan hanya ada gerakan tangan. "Prosesnya, siswa duduk membentuk formasi huruf U, kemudian guru di tengah menjelaskan dengan papan tulis sebagai alat pembantu," ujar Kesumo Yoga yang juga seorang insan Tuli. Pusbisindo menyediakan sekitar tiga ruang sebagai kelas belajar bahasa isyarat. Ada sekitar 15 staf pengajar yang aktif bergerak ke beberapa tempat.
Pusbisindo juga membuka kelas bagi karyawan perusahaan dengan biaya Rp 1,5 juta per orang. "Biaya tersebut terdiri dari 10 kali pertemuan dan satu kali ujian," ujar Kusumo. Selain itu, Pusbisindo juga menerbitkan sertifikat kelayakan bahasa isyarat untuk peserta yang sudah mengikuti pelatihan bahasa isyarat. Setiap kelas memiliki tingkatan, mulai dari perkenalan huruf, kata, kalimat pendek, kalimat panjang, hingga kursus menjadi interpreter atau penerjemah. "Ada sekitar 6 tingkatan yang harus dilalui peserta," ujar Juniati.
Seorang peserta pelatihan bahasa isyarat, Nilamsari mengatakan, Bisindo memperkaya khasanah bahasa yang dimilikinya. "Saya juga dapat merasakan betapa pentingnya bahasa ini bagi teman-teman Tuli, terutama untuk berkomunikasi," kata karyawati sebuah perusahaan media ini. Sumber: https://difabel.tempo.co/read/1109916/pusbisindo-cara-unik-belajar-bahasa-isyarat
Comentários