Keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Budaya Nomor 0190/P/1994 tanggal 1 Agustus 1994 untuk membuat Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) menimbulkan perselisihan antara Komunitas Tuli, yaitu termasuk Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), dengan tim perumus Kamus SIBI. Dewan Pengurus Pusat Gerkatin mengangkat isu ini untuk didiskusikan bersama di Kongres Nasional keenam Gerkatin di Bali pada tahun 2002. Berdasarkan hasil keputusan dari Kongres Nasional tersebut, nama Bahasa Isyarat Indonesia ditetapkan secara resmi dan kemudian disingkat menjadi Bisindo dengan tujuan mempertahankan bahasa isyarat alamiah.
Kemudian untuk memperkuat status bahasa isyarat sebagai bahasa, Gerkatin mulai bekerjasama dengan The Center for Sign Linguistics and Deaf Studies The Chinese University of Hong Kong dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Para perwakilan Tuli di setiap daerah di seluruh Indonesia juga meminta agar segera mendirikan wadah pengembangan dan penelitian bahasa isyarat di Kongres Nasional Gerkatin di Makassar pada tahun 2006. Pada akhirnya, Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) diresmikan dalam Rapat Kerja Nasional Pertama pada tahun 2009 di Jakarta.
Napak tilas sejarah awal mula berdirinya Pusat Bahasa Isyarat Indonesia
Peresmian Sekolah Luar Biasa (SLB) Cicendo Bandung sebagai sekolah dan asrama anak-anak Tuli Bisu Indonesia. Gedung SLB Cicendo dibangun atas sumbangan dan prakarsa Tn. Kar. Bosscha. Berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tk I Jawa Barat no 41.8/Kep 576-HUK/1988 pada tanggal 21 April 1988, gedung SLB Cicendo dikelola oleh P3ATR (Perkumpulan Penyelenggara Pengajaran Bagi Anak-anak Tuna Rungu Indonesia). Sampai sekarang gedung ini masih difungsikan sebagai SLB.
Sekolah Luar Biasa (SLB) "Dena Upakara" merupakan lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak tuna rungu-wicara (Tuli-Bisu). Lembaga yang berada di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah ini didirikan oleh para Misionaris Belanda yaitu suster-suster Puteri Maria dan Yosef (PMY), yang pada perkembangan selanjutnya dikelola oleh para suster PMY Indonesia.
Pembukaan Sekolah Don Bosco - Wonosobo khusus putra tuna rungu oleh para Bruder Karitas. Kala itu sangat dibutuhkan tenaga untuk putra. Pada tahun 1960, sekolah ini memperluas pengajaran bagian teknik seperti tenun, sepatu dan sebagainya.
Berdirinya sebuah organisasi bernama SEKATUBI yang merupakan singkatan dari Serikat Kaum Tuli-Bisu Indonesia yang beranggotakan 42 orang oleh para aktivis Tuli pada masa itu yaitu Aek Natas Siregar, Mumuh Wiraatmadja dkk
Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) Pusat didirikan di Jakarta. Gerkatin adalah suatu organisasi yang berazaskan Pancasila, berdasarkan UUD 1945, bersifat kekeluargaan, serta tidak terikat organisasi politik apapun. Makna kata “Gerakan” bukanlah merupakan suatu misi politik, melainkan sebagai jiwa dari para penyandang cacat tunarungu yang digerakkan oleh niatnya untuk memperjuangkan hak mereka selaku warga negara Indonesia.
Penetapan nama bahasa isyarat menjadi Bahasa Isyarat Indonesia
Bekerjasama dengan Center for Sign Linguistics and Deaf Studies - The Chinese University of Hong Kong dalam program pelatihan dan penelitian Lingusitik Bahasa Isyarat se-Asia-Pacific (AP Sign Linguistics)
Pendirian Pusat Bahasa Isyarat Indonesia oleh Gerkatin dan kelas kemahiran Bahasa Isyarat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - Universitas Indonesia.
Pusbisindo Pusat berlokasi di DKI Jakarta dan dijalankan oleh tim yang beranggotakan 5 (lima) orang Tuli.
Setiap pengurus merupakan orang-orang yang profesional di bidangnya. Penasaran? Mari kita intip profil singkat mereka di bawah ini!
Pusbisindo memiliki cabang yang telah tersebar di 13 (tiga belas) provinsi.
Setiap cabang mempunyai tim pengurus yang menjalankan kelas Bisindo di daerah tersebut.